JAKARTA – Dugaan gratifikasi yang melibatkan pejabat negara di lingkungan kesekjenan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menjadi kabar memalukan. Hal tersebut lagi-lagi mencoreng reputasi lembaga negara MPR. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diharapkan tak masuk angin mengusut kasus korupsi tersebut.
Pernyataan tersebut diutarakan Peneliti Senior Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI) Lucius Karus menanggapi adanya penetapan tersangka terkait dugaan gratifikasi pengadaan barang dan jasa di lingkungan MPR RI.
“Para pejabat kesekjenan MPR masih saja mampu menemukan celah untuk memperkaya diri di tengah terbatasnya anggaran MPR sesuai dengan tugas dan fungsinya yang memang sangat terbatas,” ujar Lucius kepada Journalpost.id, Selasa (24/6/2025).
Lucius menegaskan bahwa dugaan gratifikasi di kesekjenan MPR menambah rentetan kasus korupsi di lingkungan kesekjenan Senayan. Karena sebelumnya dugaan korupsi yang melibatkan pihak kesekjenan juga terjadi di DPR.
“Jadi bisa dikatakan bahwa bagian kesekjenan sebagai supporting system lembaga parlemen, mulai dari DPR hingga MPR gagal membuktikan diri sebagai pendukung kerja kelembagaan,” tegasnya.
“Kesekjenan dengan laku korupsi sebagaimana tengah diusut oleh KPK di MPR ini turut menjelaskan kenapa kinerja kelembagaan MPR dan juga DPR terus memburuk,” tambahnya.
Lucius pun mempertanyakan keberadaan kesekjenan tersebut sebagai suport system. Namun institusi kesekjenan tersebut justru digerogoti oleh virus suap dan korupsi.
“Bukannya sibuk membantu lembaga untuk menjalankan tugas dan fungsi sebagai lembaga perwakilan, kesekjenan justru sibuk sendiri dengan perut masing-masing,” bebernya.
Menurut Lucius, hal tersebut menjadi alarm kenapa penting melakukan rekrutmen sekjen baik MPR, DPR, hingga DPR secara terbuka untuk memastikan figur yang dipilih benar-benar berintegritas.
Tanpa jaminan integritas kata Lucius, sekjen MPR dan dua lembaga lain di Senayan bisa-bisa hanya akan menjadi sarana pemuas nafsu akan ketamakan para pejabatnya.
Dengan demikian, Lucius mendesak KPK agar melakukan proses penegakan hukum hingga tuntas kasus dugaan korupsi di lingkungan MPR RI itu. Jangan sampai kasus ini menguap tanpa kejelasan proses untuk memastikann efek jera bagi para pelaku.
“KPK jangan sampai “masuk angin” dengan menjadikan kasus di lingkup kesekjenan MPR sebagai alat bargainning atau apapun. Publik terus menunggu para pelaku suap dan gratifikasi serta korupsi baik di MPR maupun kasus lama di DPR segera menerima hukuman atas kejahatan yang mereka lakukan,” tukasnya.
Diketahui, KPK memastikan telah menetapkan tersangka terkait dugaan gratifikasi pengadaan barang dan jasa di lingkungan MPR RI.
Kabar penetapan tersangka tersebut dibenarkan oleh Juru Bicara (Jubir) KPK, Budi Prasetyo kepada wartawan, Senin (23/6/2025). “Sudah ada tersangka,” kata Budi.
Namun Budi belum merinci pihak yang sudah ditetapkan sebagai tersangka tersebut. Budi memastikan, pihaknya masih terus mendalami kasus ini. “Penyidik masih terus mendalami perkara ini dengan memeriksa para saksi,” tegas Budi.
Budi menambahkan, kasus yang diusut merupakan dugaan penerimaan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan MPR RI. “Dugaan penerimaan gratifikasi yang ada kaitannya dengan pengadaan barang dan jasa,” katanya.
KPK pun sudah mulai melakukan pemanggilan terhadap beberapa saksi kaitannya dengan kasus dugaan gratifikasi tersebut. Ada dua pihak yang dipanggil sebagai saksi oleh KPK.
Kedua saksi yang diperiksa bernama Cucu Riwayati selaku Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Pengiriman dan Penggandaan pada Setjen MPR RI Tahun 2020 s/d. 2021.
Kemudian, Fahmi Idris sebagai Kelompok Kerja Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (Pokja-UKPBJ) di Sekretariat Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pada 2020.