JAKARTA – Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) mendorong supaya adanya tindakan kepolisian terhadap Presiden RI ke-7, Joko Widodo (Jokowi) dalam kasus Bandara milik PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng).
Koordinator TPDI, Petrus Selestinus menegaskan, Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Penertiban Kawasan Hutan juga harus memanggil Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Kejaksaan Agung.
Dikatakan Petrus, pemanggilan tersebut diperlukan guna mengungkap dugaan kejahatan dan politik yang terjadi di Morowali sejak tahun 2018 sampai sekarang. “Sebagai sebuah pertanggungjawaban pidana,” ujar Petrus kepada wartawan, Kamis (27/11/2025).
Apalagi kata Petrus, Presiden Prabowo Subianto telah perintahkan TNI untuk latihan Komando Gabungan TNI 2025 di kawasan IMIP pada 20 November 2025.
Dalam latihan Komando tersebut dihadiri oleh Menteri Pertahanan Jend TNI (Purn) Safrie Sjamsoeddin yang juga sebagai Ketua Pengarah Satuan Tugas Percepatan Penertiban Kawasan Hutan.
Satgas tersebut dibentuk oleh Presiden Prabowo Subianto melalui Perpres No. 5 Tahun 2025 dengan tugas menangani permasalahan tata kelola lahan pertambangan, perkebunan dan kawasan hutan dalam rangka optimalisasi penerimaan negara bukan pajak.
Dalam latihan itu kata Petrus, Menhan menegaskan bahwa latihannya dilakukan sebagai bentuk penegakkan kedaulatan negara dan penertiban terhadap sektor pertambangan untuk menegakan hak negara atas pemanfaatan lahan pertambangan guna mengoptimalkan penerimaan negara bukan pajak.
Dalam hal ini kata Petrus, pemerintah telah mengungkap fakta yang sesungguhnya. Artinya sudah “notoire feiten” bahwa di Morowali terdapat aktivitas penambangan atas kekayaan negara secara ilegal, masif dan dengan fasilitas yang sangat eksklusif.
“Sebuah bandara yang dikelola oleh PT. IMIP di atas lahan seluas 4000 Ha dibiarkan dan dipelihara terus sejak era kepemimpinan Presiden RI ke-7 Jokowi tahun 2018 hingga sekarang,” tegasnya.
Menurut Petrus, pernyataan Menhan harus dipandang sebagai sebuah sikap tegas negara, dimana pemerintah melihat ada peristiwa pidana berupa kejahatan politik dan ekonomi paling brutal dipraktekan selama Jokowi Presiden.
“Karena membiarkan praktek bernegara dengan melahirkan negara dalam negara di mana Ia tidak tunduk kepada hukum positif bahkan UUD 1945,” jelasnya.
Petrus pun mengutip pernyataan seorang peneliti Etna Caroline Patiasina dalam wawancara dengan Podcast Madilog yang mengungkap bahwa di Morowali terdapat sebuah bandara yang tidak ada otoritas negara. “Artinya orang dan/atau barang yang keluar dan masuk, dilakukan tanpa otoritas negara mengawasi,” jelasnya.
Kemudian Petrus juga mengutip bahwa di Bandara PT. IMIP tidak ada aparatur Bea Cukai, Imigrasi, Airnav (Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Udara Indonesia/LPPNPI), bahkan tidak bisa mengakses ke dalam Bandara PT. IMIP.
“Apa yang terjadi dengan Morowali sejak tahun 2018 sampai sekarang membuktikan bahwa seluruh kekuatan organ negara seperti Polri, DPR dan Pemda lumpuh layu tak berdaya di hadapan praktek bernegara dengan model membangun negara dalam negara,” tegasnya.
“Pertanyaannya kepada siapa loyalitas dan kesetiaan PT. IMIP dkk. selama ini, apakah kepada orang tertentu dalam jabatan tertinggi di pemerintahan era Jokowi ataukah loyalitas dan kesetiaan PT. IMIP dkk. selama ini pada kekuatan asing yang berkolaborasi dalam semangat konspiratif dengan oknum pejabat tertinggi di negeri ini?,” tanyanya.
Petrus menambahkan, penerapan kekuasaan presiden selaku Kepala pemerintahan menurut ketentuan pasal 4 UUD 1945, ibarat menyerahkan sebuah buku cek kosong untuk diisi sendirI kapan saja jika Presiden menghendaki.
“Ini karena minimnya peraturan perundang-undangan yang mengatur pembatasan terhadap kekuasaan Presiden selaku Kepala Pemerintahan dalam tata kelola pemerintahan,” jelasnya.
Selama 10 tahun kata Petrus, terjadi penyalahgunaan wewenang oleh Presiden Jokowi, lewat berbagai Peraturan Presiden (PERPRES), atas alasan Presiden selaku Kepala Pemerintahan tanpa memperhatikan hirarki dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
“Presiden Jokowi langsung mengeluarkan PERPRES sebagai sarana dalam apa yang disebut “autokrasi legalisme” (membuat hukum untuk membungkus kejahatan yang dilakukan secara bersama-sama dalam sebuah rezim),” bebernya.
Sebelumnya, Direktur Komunikasi PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Emilia Bassar menegaskan bahwa bandara ini telah terdaftar di Kementerian Perhubungan. Di Morowali ada dua bandara, satu bandara dikelola kementerian perhubungan dan satu bandara di kawasan IMIP.
“Bandara khusus IMIP terdaftar di Kemenhub, yang pengelolaannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 1/2009 tentang Penerbangan,” kata Emilia, dalam pesan singkat, Rabu (26/11/2025).
Menurut Emilia juga pengelolaan bandara khusus ini juga tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, meski dia enggan berkomentar lebih lanjut. Termasuk terkait tidak ada otoritas negara pada bandara itu seperti petugas Bea Cukai dan Imigrasi.
Diketahui bandara ini tercatat sebagai bandara domestik dan statusnya non – kelas, dalam laman Kementerian Perhubungan. Bandar Bandara IMIP memiliki kode ICAO WAMP dan kode IATA MWS yang dikelola oleh swasta dengan pengawasan Otoritas Bandar Udara Wilayah V Makassar.
Khusus Bandara PT IMIP, bandara ini bersifat khusus. Artinya bandara ini hanya digunakan untuk melayani kepentingan sendiri untuk menunjang kegiatan tertentu, menurut UU Nomor 1/2009.
Pengawasan dan pengendalian pengoperasian bandar udara khusus dilakukan oleh otoritas bandar udara terdekat yang ditetapkan oleh menteri.
Bandara ini juga dilarang melayani penerbangan langsung dari dan/atau ke luar negeri kecuali dalam keadaan tertentu dan bersifat sementara setelah memperoleh izin dari menteri. Bandara ini juga dilarang digunakan untuk kepentingan umum.
Hanya saja, dari Keputusan Menteri terbaru, bandara ini diperbolehkan untuk melayani penerbangan langsung dari dan atau ke luar negeri.
Hal ini tertuang Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 38 Tahun 2025 tentang Penggunaan Bandar Udara Yang Dapat Melayani Penerbangan, yang diterbitkan Menteri Perhubungan Dudy Purwagandi, pada 8 Agustus 2025.
Tertulis bahwa penerbangan langsung dan/atau ke luar negeri yang dilaksanakan bandar udara khusus diperuntukan bagi kegiatan angkutan udara niaga tidak terjadwal, atau angkutan udara bukan niaga dalam rangka, medical evacuation, penanganan bencana dan pengangkutan penumpang dan kargo untuk menunjang kegiatan usaha pokoknya.


