JAKARTA – Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung (MA) diminta segera memeriksa dan memecat Ketua Pengadilan Negeri Kelas 1B Atambua. Pasalnya, hakim tersebut diduga mengabaikan due process of law.
Hal tersebut diutarakan Praktisi Hukum Serfasius Serbaya Manek menanggapi polemik sengketa tanah yang dibergulir di PN Atambua dengan nomor perkara 1/Pdt. Plw/2025/PN Atb.
“Saya minta kepada Bawas MA untuk memeriksa bila perlu memecat yang bersangkutan. Hari ini pengadilan dan oknum hakim menjadi perhatian publik. Jalankan tugas dengan profesional dan tidak boleh mencederai rasa keadilan publik,” ujar Serfasius kepada wartawan di Jakarta, Jumat (5/12/2025).
Serfasius pun mengingatkan kepada Ketua PN Atambua supaya berhati-hati. Dia meminta supaya mengerti dan memahami makna due process of law. Sistem ini merupakan jaminan konstitusional yang memastikan adanya proses hukum yang adil yang memberikan kesempatan kepada seseorang untuk mengetahui proses tersebut dan memiliki kesempatan untuk didengar keterangannya mengapa hak hidup, kebebasan, dan harta miliknya dirampas atau dihilangkan.
“Anda harus mengerti betul due process of law. Ketika anda tidak memperhatikan due process of law, di situ anda sudah melanggar Hak Asasi manusia. Khususnya hak para pihak, objeknya yang hendak dieksekusi,” tegasnya.
“Hari ini anda memberikan penetapan untuk eksekusi. Sementara due process of law anda tidak jalankan yakni melakukan pengukuran ulang sesuai dengan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Antara luas yang tercantum di dalam putusan dengan riil yang ada di lapangan,” tambahnya.
Menurut Serfasius, due process of law adalah segalanya. Karena sistem tersebut menjelaskan keadilan substantif bagi semua pihak.
“Atambua, NTT daerah yang sangat sensitif karena perbatasan dengan negara Timor Leste. Anda adalah bagian daripada pihak atau forkopimda yang harus memperhatikan stabilitas daerah itu. Tidak boleh ada sekelompok orang mencari keadilan tapi anda serta merta,” tegasnya.
Serfasius menegaskan, Hakim adalah penegak hukum yang punya kewajiban moral dan etik untuk menghadirkan keadilan substantif bagi setiap warga negara.
“Apalagi kalau diduga terperangkap pada perilaku oligarki atau mafia yang berada dibalik objek sengketa. Karena yang diminta sederhana yaitu hadirkan process due of law melalui mekanisme ukur ulang sebagaimana yang disampaikan oleh pengacara para pihak,” tukasnya.
Polemik sengketa tanah tanah antara Maria Vilusima Mali selaku pelawan dan Damianus Maximus Mela selaku terlawan terus berlanjut. Kasus perdata yang bergulir di PN Atambua sejak 28 Juli 2025 itu kini berurusan dengan Bawas MA.
Pasalnya, kuasa hukum pelawan, Stefen Alves Tes Mau melaporkan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Klas IB Atambua ke Bawas MA pada Rabu (3/12/2025).
Pria yang akrab disapa Stefen itu beralasan, Ketua PN sewenang-wenang dalam melakukan eksekusi Rill. Padahal masih ada perlawanan pihak ketiga (derden verzet) dalam kasus tersebut.
“Laporan terhadap Ketua Pengadilan Negeri Klas IB Atambua yang sewenang-wenang dalam melakukan eksekusi rill. Padahal masih ada perlawanan pihak ketiga (derden verzet) perkara Nomor 1/Plwn/2025/PN Atb memasuki sidang pemeriksaan saksi pada tanggal 8 Desember 2025 dan perkara Nomor 2/Plwn/2025/PN Atb memasuki sidang pertama tanggal 4 Desember 2025,” tegas Stefen kepada wartawan.
Sebelumnya Stefen meminta PN Atambua tidak tergesa-gesa melakukan eksekusi perkara sengketa tanah tersebut. “Kami mengingatkan Ketua Pengadilan Negeri Atambua untuk berhati-hati dan tidak tergesa-gesa melakukan eksekusi karena proses hukum perkara yang kami ajukan masih dalam proses persidangan dengan agenda pembuktian,” ujar Stefen kepada wartawan, Rabu (26/11/2025).
Menurut Stefen, agenda sidang pemeriksaan setempat (PS) pada Selasa (25/11/2025). Objek perlawanannya adalah Sertifikat Hak Milik (SHM) 165 atas nama Almarhum Agustinus Mali.
“Agenda sidang selanjutnya adalah pemeriksaan saksi dari pelawan yang dijadwalkan pada tanggal 8 Desember 2025,” jelasnya.
Namun kata Stefen, pihaknya mendapat informasi bahwa adanya rapat koordinasi pelaksanaan eksekusi antara Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Belu, Pemadam Kebakaran Pemda Kabupaten Belu, Lurah Tenukiik dan Lurah Tulamalae pada Rabu (26/11/2025).
“Kami berharap Ketua Pengadilan Negeri Atambua berhati-hati dan tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan untuk pelaksaan eksekusi riil karena perlawanan yang kami ajukan memiliki kedudukan hukum yang kuat dengan dasar SHM 165 atas nama Alm. Agustinus Mali,” tegasnya.
Apalagi kata Stefen, pihaknya telah mengajukan perlawanan pihak ketiga. Perlawanan tersebut telah terregister dengan nomor 69/Pdt.Bth/2025/Pn Atb 26 November 2025.
“Karena ada dua perlawanan atas obyek sengketa yang akan dieksekusi maka, kami mengingatkan Ketua Pengadilan Negeri Atambua untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan,” katanya.
Menurut Stefen, perlawanan pihak ketiga tersebut telah memenuhi ketentuan pasal 378 Rv dan ketentuan surat edaran Mahkamah Agung RI No.7 tahun 2012 tentang rumusan hukum hasil rapat pleno kamar Mahkamah Agung sebagai pedoman pelaksanaan tugas bagi Pengadilan tentang perlawanan.
“Huruf b perlawanan pihak ketiga/derden verzet hanya dapat diajukan karena alasan Hak milik (HM), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Pakai (HP), dan Hak Gadai Tanah,” jelasnya.
Dia pun mempertanyakan independensi PN Atambua dalam pelaksanaan eksekusi putusan perkara nomor 39/PDT.G/2016/PN.ATB. Padahal prosedur eksekusi yakni pelaksanaan konstatering atau pencocokan objek eksekusi tidak pernah dilakukan oleh PN Atambua atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Belu. Hal tersebut untuk memastikan luas obyek dan batas-batas yang akan dieksekusi.
“Sementara pada perkara lain PN Atambua dengan gagah berani dan percaya diri melakukan konstatering. Ada apa ini? Apakah PN Atambua takut melakukan konstatering di obyek sengketa baik tanah bidang II (termasuk Pelawan) dan bidang III karena akan ketahuan luas dan batas-batas dalam putusan berbeda jauh dengan hasil konstatering?,” tanyanya.
“Sebelum eksekusi riil, kami menantang PN Atambua untuk melakukan konstatering untuk mendapatkan kepastian hukum dan menjamin pelaksanaan penegakan hukum yang beradab dan manusiwi serta menjamin tidak adanya pelanggaran HAM,” tukasnya.


