LABUAN BAJO – Kepala Desa Golo Ndari, Kecamatan Welak, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Benediktus Hawan mengaku telah menyunat proyek pembangunan drainase dan tembok penahanan tanah (TPT) di kampung Nggolo.
Menurut Benediktus, pagu anggaran proyek tersebut Rp56 juta yang bersumber dari dana desa (DD). Benediktus pun tak menampik bahwa pembayaran harian para pekerja tidak sesuai Rencana Anggaran Biaya (RAB).
“Pagu Rp56 juta. (Namun harian untuk para pekerja-red) tidak sesuai (RAB-red) juga sih. Saya juga belum lihat,” ujar Benediktus kepada Journalpost.id, Minggu (26/10/2025).
Benediktus mengatakan, pihaknya memotong uang harian para pekerja demi menyesuaikan dengan kebiasaan pembayaran wilayah setempat. Namun dia tidak merinci jumlah anggaran yang tertera dalam RAB. “Kami di sini harian Rp75 ribu,” tegasnya.
Namun Benediktus pun menyinggung pihak yang membongkar kasus tersebut bagian dari politisasi menjelang pemilihan kepala kesa yang akan berlangsung tahun 2026 mendatang.
“Bahasa kasarnya, ini politik segala macam. Dalam rangka (Pilkades-red) 2026 makanya mereka cari (kasus-red) yang begitu-begitu,” katanya.
Sementara untuk papan informasi kata Benediktus, pihaknya akan memasang pada bulan Desember mendatang. Dia pun tidak menjelaskan secara detail alasan tidak terpasangnya papan informasi proyek tersebut.
“Papan informasi lagi dicetak. Lusa atau kapan. Bukan berarti tidak pasang. Tunggu satu Desember. Ada anggaran. Dalam waktu dekat, saya pasang papan informasinya,” tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, proyek pembangunan drainase dan tembok penahanan tanah (TPT) di kampung Nggolo, Dusun Bangka, Desa Golo Ndari, Kecamatan Welak, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur diduga tidak transparan.
Hal tersebut diketahui setelah media ini mendapatkan informasi dari seorang warga desa setempat bernama Saverius Suhandom (29). Dia membenarkan bahwa proyek tersebut tidak memasang papan informasi.
Padahal kata Saverius, keterbukaan informasi setiap proyek pembangunan terhadap warga desa sangat penting. Sebab dana yang dikelola secara padat karya itu merupakan uang negara yang harus dipertanggungjawabkan secara terbuka.
“Proyek TPT dan drainase itu, kerjanya sudah hampir mau selesai. Namun papan informasi mengenai proyek tersebut tidak dipasang,” ujar Saverius kepada Journalpost.id, Minggu (26/10/2025).
Warga desa pun kata Saverius bingung dengan proyek tersebut. Pasalnya, masyarakat tidak bisa mengetahui sumber dana, volume pekerjaan berikut pagu anggarannya. “Kami tidak tahu tanggal mulai pengerjaannya. Karena tidak memasang papan informasinya,” tegasnya.
Bahkan kata Saverius, berdasarkan informasi yang dihimpunnya, para pekerja proyek tersebut hanya dibayar Rp75 ribu per hari. Jumlah tersebut sudah termasuk makan dan minum.
“Mereka dibayar sistem harian Rp75.000 per hari. Itu anggota kerja. Saya tidak tahu kepala tukangnya, harian berapa? Makan ditanggung oleh tenaga kerja,” bebernya.
Sementara untuk pembangunan TPT kata Saverius menggunakan bambu untuk penyerapan air tanah. Padahal kata Saverius, biasanya menggunakan pipa paralon. Namun semua hal tersebut akan diketahui kalau keterbukaan informasi soal Rencana Anggaran Biaya (RAB). (Tim Redaksi).


