DAMPEK – Pengerjaan proyek bendungan di Desa Satar Padut, Kecamatan Lamba Leda Utara, Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dilakukan secara swakelola. Namun para pekerja proyek tersebut tidak berasal dari wilayah setempat.
Proyek Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II itu mulai dikerjakan pada awal bulan Juli 2025. Dikabarkan akan rampung pada bulan Oktober 2025.
Namun pantauan media ini sejak Senin (8/8/2025), para pekerja tersebut tidak mematuhi aturan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Seperti penggunaan sepatu bengkak, rompi, helmet dan sarung tangan.
Selain itu, material pasir proyek tersebut diduga illegal. Pasalnya, terlihat alat berat mengeruk pasir di sungai Wae Laing yang diangkut menggunakan mobil dump truck.

Seorang pekerja yang enggan menyebutkan namanya mengaku galian c material pasir proyek tersebut telah berizin. Namun dia tak menyebut nama instansi yang mengeluarkan izin tersebut.
“Saat ini saya hanya bertugas untuk mengecek. Kalau ada bahan yang kurang, saya akan telfon ke bos. Bahwa bahan ini yang kurang. Kalau menanyakan terkait dengan galian C ini sudah izin. Dan lain-lain saya tidak tahu,” katanya kepada Journalpost.id.
Sementara kontraktor pelaksana, Simon Musa enggan menjelaskan secara detail soal temuan tersebut. Simon berdalih tengah ke Kupang.
“Maaf adik. Saya sudah di Ende mau menuju Kupang. Saya batal ke Kupang karena letus lagi gunung Lewotobi sehingga penerbangan dibatalkan dulu,” jelasnya.
Simon pun tak menampik proyek tersebut dikerjakan secara swakelola. “Pekerjaan itu bersifat swakelola, sehingga tidak membutuhkan papan tender,” tukasnya.
Namun Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lela menegaskan, semua proyek wajib memasang papan tender sebagai bentuk transparansi.
“Seharusnya ada. Saya minta pimpinan PUPR NTT koordinasikan hal ini dengan balai terkait,” kata pria yang akrab disapa Melki itu kepada Journalpost.
Penulis : Tim Journalpost.id


