JAKARTA – Profesionalisme kinerja Polisi Militer (Puspom) TNI dalam menyelidiki laporan dugaan penipuan dipertanyakan. Pasalnya, laporan warga asal Buleleng, Bali, Nyoman Tirtawan tak kunjung berlanjut.
Nyoman melaporkan anggota TNI, CPM Sudarsono yang saat ini bekerja di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) RI pada Rabu (4/12/2024) lalu. Sudarsono dilaporkan Nyoman atas dugaan penipuan uang sebesar Rp1,4 miliar.
Tujuh bulan berlalu, pencarian keadilan bagi Nyoman di lembaga pimpinan Jenderal Agus Subiyanto itu hanyalah isapan jempol. Anehnya, Nyoman sebagai korban telah meminta surat pemberitahuan hasil penyelidikan (SP2HP). Namun pihak Puspom tidak indahkan permintaan tersebut.
Padahal Nyoman telah dua kali diperiksa sebagai saksi pelapor. Bahkan telah dikonfrontir untuk mengetahui jumlah kerugian terhadap terduga pelaku. Lagi-lagi Nyoman menunggu dalam asa. Nyoman harap keadilan berpihak kepadanya.
Padahal prosedur penyelidikan pidana militer secara jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Prosedur ini meliputi beberapa tahapan, mulai dari penerimaan laporan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga persidangan dan putusan.
“Saya diterlantarkan. Saya butuh kepastian. Mestinya semua laporan masyarakat, prosesnya mempunyai tenggat waktu. Bukan malah molor tanpa kejelasan,” ujar Nyoman kepada wartawan, Jumat (18/7/2025).
Nyoman pun pertanyaan slogan TNI yang menyebutkan bahwa “bersama rakyat TNI kuat”. Namun bagi Nyoman pameo tersebut hanyalah lip service. Sebab mencari keadilan di lembaga tersebut begitu sulit.
“Sangat sulit. Tidak adanya keterbukaan informasi dari penyidik. Sejauhmana perkembangan laporan masyarakat. TNI bersama rakyat yang mana?. Saya ini korban,” tegasnya.