JAKARTA – Ketua Pengadilan Negeri (PN) Atambua didesak mencopot majelis hakim dalam perkara perdata dengan nomor 1/Pdt.Plw/2025/PN Atb. Majelis Hakim tersebut dinilai tidak profesional.
Desakan tersebut diutarakan oleh pengacara pelawan, Stefen Alves Tes Mau, S.H, M. Kn kepada wartawan di Jakarta, Rabu (22/10/2025).
“Saya desak Ketua PN Atambua ganti majelis hakim itu. Hemat saya, majelis hakim tersebut tidak independen dan profesional,” tegasnya.
Menurut pria yang akrab disapa Stefen itu, pihaknya sudah melaporkan majelis hakim itu kepada Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung (MA).
Laporan Stefen tersebut bukan tanpa dasar. Persoalan tersebut berawal dari akses informasi di e-court sejak tanggal 15 Oktober 2025.
Saat itu kata Stefen, pihaknya mengakses eksepsi terlawan yang sudah diupload dan yang sudah diverifikasi oleh Majelis hakim.
“Dokumen eksepsi valid. Namun tidak ada catatan apapun dari terlawan dan majelis hakim itu sendiri. Kemudian eksepsi tersebut bisa diakses dan didownload oleh pelawan. Jadwal replik pun dijadwalkan pada 22 Oktober 2025,” katanya.
Namun muncul persoalan kata Stefen ketika pihaknya sebagai pelawan hendak mengupload replik pada Rabu (22/10/2025). Namun pihaknya melihat adanya keanehan dalam e-court itu. Sebab tidak ada kolom replik bagi perlawan untuk mengajukan replik.
“Malah kolom itu muncul eksepsi kedua dari terlawan dan ditemukan fakta bahwa sudah diverifikasi oleh majelis hakim pada tanggal 20 Oktober pada e-court itu,” tegasnya.
Dikatakan Stefen, pihaknya mengajukan keberatan atas eksepsi kedua yang telah diverifikasi oleh Majelis hakim itu. Dan, pihaknya mendapat jawaban bahwa eksepsi terlawan yang diajukan pada tanggal 15 Oktober tidak valid dan dijadwalkan kembali pada tanggal 22 Oktober untuk mengajukan kembali eksepsi atau jawaban.
Sejatinya kata Stefen, pihak majelis hakim memberi catatan untuk terlawan dan pelawan bahwa dokumen yang diupload pada tanggal 15 tidak valid dan ditunda ke tanggal 22 Oktober. “Namun informasi itu diketahui setelah pelawan mengajukan keberatan bahwa dokumen pertama tidak valid,” tegasnya.
Namun kata Stefen, saat bersamaan majelis hakim membalas keberatan pelawan dengan menyatakan bahwa replik pelawan terjadwal pada tanggal 22 Oktober.
“Itu mempersulit pelawan dan tindakan majelis hakim itu tidak memberikan kepastian bagi pelawan untuk mengajukan replik dan waktunya sangat mepet,” bebernya.
“Masa eksepsi/jawaban terlawan tanggal 22 Oktober dan hari yang sama pun pelawan diminta mengajukan replik. Ketika, saat upload replik malah disebut tidak valid. Jadi, mana yang benar? Membingungkan dengan majelis hakim yang memeriksa perkara ini,” tukasnya.
Diketahui, kasus ini merupakan sengketa tanah antara Maria Vilusima Mali selaku pelawan dan Damianus Maximus Mela selaku terlawan. Kasus ini bergulir di PN Atambua sejak 28 Juli 2025.