JAKARTA – Para pengacara kedua warga Nusa Tenggara Timur (NTT) yang menjadi korban pengeroyokan enam anggota polisi Yanma Mabes Polri menyatakan keberatan kepada Polda Metro Jaya.
Keberatan tersebut dilayangkan lantaran Polda Metro Jaya menghapus sangkaan pasal 340 KUHP terhadap para tersangka dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dengan omor:B/23842/XII/RES.1.24/ 2025/Ditreskrimum.
Padahal dalam LP/B/4717/XII/2025/SPKT/Polres Metro Jaksel/Polda Metro Jaya, tanggal 12 Desember 2025 dan surat Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), pasal 340 KUHP tersebut belum dihapus.
Atas dasar ini, para pengacara korban pun mengirim surat dengan nomor 001/SK/XII/2025 pada Jumat (19/12/2025) ke Polda Metro Jaya untuk melakukan gelar perkara khusus paling lama tiga hari sejak surat tersebut diterima.
Hal tersebut dilakukan untuk menguji kesesuaian kualifikasi pasal dengan rangkaian fakta dan STPL. Dalam hal ini, kecukupan alat bukti, petunjuk kelengkapan pengembangan subjek pelaku.
Selanjutnya para pengacara meminta mencantumkan atau menambah Pasal 340 KUHP setidaknya sebagai sangkaan Utama. Pasalnya, para pelaku dalam menjalankan aksinya diduga terdapat indikasi persiapan atau perencanaan.
Kemudian mereka meminta mengembangkan penyidikan terhadap seluruh pelaku, termasuk pihak non-aparat apabila terdapat alat bukti atau petunjuk yang mengarah ke sana, sesuai konstruksi Pasal 170 dan Pasal 55 atau 56 KUHP.
Selain itu meminta melakukan atau menegaskan telah dilakukan tindakan pembuktian kunci yang tidak terbatas pada penyitaan dan pemeriksaan CCTV sekitar TKP dan jalur kedatangan atau keberangkatan serta pemeriksaan saksi independen seperti pedagang, ojol, satpam dan masyarakat sekitar.
Terakhir para pengacara meminta pemeriksaan forensik atas seluruh rekaman video (multisumber), penelusuran komunikasi yang relevan sesuai hukum acara dan rekonstruksi bila diperlukan dengan pembuktian yang transparan.
Dua Polisi Dipecat
Diketahui, dua oknum polisi yang melakukan pengeroyokan terhadap dua warga asal NTT yang bekerja sebagai debt collector (DC) telah dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Keduanya adalah Brigadir IAM dan Bripda AMZ.
Putusan PTDH tersebut dilakukan dalam Sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) terhadap enam anggota Yanma Polri yang digelar di Mabes Polri, Rabu (17/12/2025).
“Brigpol IAM dan Bripda AMZ (dijatuhi PTDH-red),” kata Kabag Penum Divhumas Polri Kombes Pol Erdi A Chaniago dalam konferensi pers di Gedung Humas Polri, Jakarta, Rabu malam.
Namun kedua oknum tersebut menyatakan banding atas putusan PTDH tersebut. Sementara empat anggota Polri lainnya, yakni Bripda ZGW, Bripda BN, Bripda JLA, dan Bripda MIAB hanya dijatuhi sanksi lebih ringan yaitu mutasi bersifat demosi.
Menurut Erdi, keempat lainnya disebut hanya mengikuti ajakan senior dan turut serta dalam pengeroyokan. “Sanksi administrasi berupa mutasi bersifat demosi 5 tahun. Atas putusan tersebut pelanggar menyatakan banding,” tukasnya.
Enam oknum polisi tersebut dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas dugaan pembunuhan berencana dan atau pengeroyokan. Mereka disangkakan dengan pasal 340 KUHP, 338 KUHP jo. Pasal 170 KUHP Jo Pasal 55 KUHP.


