LABUAN BAJO – Pungutan uang komite di SMKN 1 Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT, menuai sorotan dari orang tua siswa. Pasalnya, nominal pungutan sebesar Rp1,5 juta per siswa dinilai sangat memberatkan.
Hal ini disampaikan oleh salah satu orang tua siswa, Oktavianus Dalang. “Besaran punggutan komite yang ditentukan oleh SMKN 1 Labuan ini mencekik orang tua murid. Kan tidak semua yang bersekolah ini datang dari keluarga mampu”, ujarnya pada Rabu (11/9/2025).
Mengacu pada dokumen laporan komite Tahun Pelajaran 2024/2025 yang dibagikan kepada orang tua, total dana yang terkumpul dari pungutan komite mencapai Rp2.344.500.000. Dana tersebut berasal dari pungutan Rp1,5 juta per siswa, dengan pengecualian hanya bagi siswa yatim dan siswa yang memiliki saudara kandung di sekolah yang sama.
Menurut Dalang, sekolah negeri, baik SD, SMP, maupun SMA/SMK tidak diperkenankan melakukan pungutan dalam bentuk apa pun kepada siswa.
“Saya meminta kepada pihak sekolah untuk lakukan koreksi atas kebijakan pungutan uang komite sekolah karena bertabrakan dengan aturan baik Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah dan Permendikbud No. 44 Tahun 2012”, jelasnya.
Lebih lanjut, ia juga mengkritisi alokasi penggunaan dana komite yang dinilai tidak efisien, khususnya untuk pembiayaan fisik dan dana sosial yang nilainya mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah.
“Melihat besarnya angka belanja fisik, sosial dan makan minum, saya menilai pihak SMKN sedang menghambur-haburkan dana,” tambahnya.
Dalang juga menyinggung dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diterima sekolah. Berdasarkan data dari situs resmi Kemendikbud, setiap siswa SMK di Indonesia menerima dana BOS sebesar Rp1.690.000 per tahun.
“Jumlah siswa di SMKN 1 Labuan Bajo sebanyak 1.643 orang. Jika dihitung, total dana BOS dan dana komite yang diterima sekolah mencapai sekitar Rp4.873.120.000 per tahun,” ungkapnya.
Atas dasar itu, ia mendesak pihak berwenang untuk melakukan audit investigatif terhadap pengelolaan dana di SMKN 1 Labuan Bajo. “Kami orang tua murid meminta BPK atau aparat penegak hukum untuk lakukan audit investigatif terhadap dana yang dipungut dan penggunaan dana bos di SMKN 1 Labuan Bajo ini,” tegasnya.
Tak hanya itu, ia juga meminta pihak sekolah untuk mengevaluasi draf RAPBS Tahun Pelajaran 2025/2026 agar dilakukan rasionalisasi anggaran.
“Kita minta agar evaluasi kembali pengunaan uang di SMKN 1 Komodo ini, penting untuk melakukan efisiensi penggunaan anggaran, mengingat beban orang tua murid terlalu besar,” ujarnya.
Beberapa pos anggaran yang disorot oleh Dalang antara lain: Pembangunan pagar sekolah: Rp420 juta, Tugas tambahan GTK: Rp502 juta, Perjalanan dinas: Rp100 juta, Kegiatan kesiswaan: Rp110 juta, Dana sosial sekolah: Rp50 juta, Konsumsi dan operasional tamu: Rp100 juta, Snack dan internet: Rp90 juta, Operasional komite: Rp48 juta, Kebersihan lingkungan: Rp80 juta serta Belanja lain yang dianggap tidak mendesa.
“Tolong pertimbangkan kembali rencana pembangunan pagar dan belanja-belanja lain yang tidak bersifat mendesak,” imbuhnya.
Namun, ia masih dapat memaklumi beberapa alokasi dana seperti: Gaji guru/pegawai komite: Rp495 juta, Bimbingan belajar bahasa asing: Rp70 juta, Pengembangan tenaga pendidik: Rp80 juta, Penghargaan untuk siswa: Rp53 juta, dan Pengadaan kursi dan meja: Rp65 juta.
Meskipun demikian, ia menekankan bahwa penggunaan dana tersebut harus dilakukan secara transparan dan tepat sasaran.
Lebih lanjut, Dalang juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap hasil berita acara rapat komite yang digelar pada Rabu (10/9/2025) di aula sekolah. Ia menolak menandatangani berita acara tersebut karena menilai isinya tidak sesuai dengan hasil forum.
“Kemarin itu saat ditanyakan oleh moderator terkait besaran uang komite tetap 1,5 juta, kompak semua orang tua murid yang hadir minta untuk turun. Namun, pihak sekolah tetap ngotot untuk buat berita acara dengan nilai uang komite sebesar 1,5 juta,” ujarnya.
Panitia rapat, lanjut Dalang, memintanya menandatangani berita acara tersebut, namun ia menolak dan menyampaikan keberatannya langsung kepada ketua komite dan kepala sekolah. “Saya tolak kemarin untuk tanda tangan karena menurut saya berita acara yang di buat bukan hasil keputusan forum,” pungkasnya.