JAKARTA – Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI diminta batalkan jabatan Wakil Presiden, Gibran Rakabuming Raka dalam sidang tahunan MPR RI pada Jumat (15/8/2025). Permintaan tersebut diutarakan oleh para Advokat yang tergabung dalam Pergerakan Advokat Nusantara (PEREKAT NUSANTARA) dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI)
Para Advokat tersebut antara lain Petrus Selestinus, Erick S. Paat, Robert B. Keytimu, Carrel Ticualu, Achmad Dilapanga, Hasoloan Hutabarat, Jemmy Mokolensang, Ricky D. Moningka, Firman Tendry Masengi, Jahmada Girsang, Posma GP. Siahaan dan lain-lain.
Dorongan pembatalan itu disampaikan melalui surat kepada pimpinan MPR RI pada Selasa (12/8/2025). Advokat perekat Nusantara dan TPDI mengirim surat resmi sebagai aspirasi masyarakat pada Selasa (12/7/2025). Mereka mendesak mendiskualifikasi atau membatalkan jabatan Wakil Presiden Gibran.
“Karena jabatan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka merupakan buah dari “konspirasi jahat” yang dilakukan oleh Presiden Jokowi, Ketua MK Anwar Usman dan Gibran Rakabuming Raka,” ujar Koordinator TPDI, Petrus Selestinus di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (12/8/2025).
Dikatakan Petrus, pihaknya mengirim surat tersebut merupakan tindak lanjut dari upaya sebelumnya. Pada 10 Oktober 2024, pihaknya mengirim surat tuntutan kepada MPR agar tidak melantik Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden RI dengan alasan proses pencalonannya cacat konstitusi. Dalam hal ini, posisi Gibran sebagai “berhalangan tetap”.
Namun upaya mereka kata Petrus tak digubris MPR RI dengan tetap melantik Gibran. Lanjut Petrus, pihaknya pun mendatangi Kantor Wapres di Jln. Kebon Sirih, Jakarta Pusat pada tanggal 2 Juli 2025. Saat itu kata Petrus, pihaknya mengirim somasi pertama dan terakhir kepada Gibran untuk mundur dari jabatan Wakil Presiden dalam tempo ujuh hari setelah Somasi diterima.
“Namun kenyataannya Gibran tidak mundur, sehingga permasalahan jabatan Wakil Presidennya harus dibawa ke MPR agar dalam sidang Paripurna MPR tanggal 15/8/2025 digagendakan untuk didiskualifikasi atau dibatalkan,” tegasnya.
Petrus menambahkan, pihaknya menuntut pembatalan wakil presiden Gibran bukan dalam ranah pemakzulan. Tetapi didiskualifikasi atas alasan berhalangan tetap yang sepenuhnya menjadi wewenang MPR, berdasarkan ketentuan pasal 427 UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.
“Akibat pelanggaran konstitusi dan UU dalam proses pencalonan seorang Wakil Presiden yang kemudian berkembang menjadi aspirasi masyarakat yang berisi tuntutan kepada MPR,” jelasnya.
Hal tersebut kata Petrus berada di luar kewenangan MK, KPU, BAWASLU, PTUN dan DKPP, di mana seorang Calon Wakil Presiden terpilih ketika berada dalam posisi berhalangan tetap maka menjadi kewenangan MPR untuk tidak melantik atau membatalkan jabatan Wakil Presiden dalam sidang MPR.
“Di sinilah letak peran kunci “Kedaulatan Rakyat” berada di tangan MPR, selaku lembaga negara dengan kewenangan tertinggi,” tegasnya.
Adapun alasan konstitusional yang menempatkan posisi Gibran Rakabuming Raka sebagai ‘Berhalangan Tetap” yang seharusnya didiskualifikasi/tidak dilantik oleh MPR pada tanggal 20 Oktober 2024, adalah sbb. :
1. Terdapat “peristiwa hukum” dan terdapat “fakta hukum” yang notoire feiten bahwa dalam proses pencalonan Gibran Rakabuming Raka menjadi Cawapres, terjadi konspirasi atau persekongkolan jahat antara Presiden Jokowi, Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dan Gibran Rakabuming Raka (ketik itu sebagai bakal Cawapres), melalui apa yang disebut dinasti politik dan nepotisme yang fakta-faktanya terungkap dalam Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023, tanggal 16/10/2023 dan Putusan MKMK No. 2, No. 3, No. 4 dan No. 5/ MKMK/L/11/ 2023 tertanggal 7/11/2023.
2. Konspirasi jahat itu berimplikasi hukum pada Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023, tanggal 16/10/2023 menjadi “tidak sah”; Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dijatuhi sanksi administratif berupa pemberhentian dari jabatan Ketua MK, karena terbukti melakukan pelanggaran berat; dan 8 (delapan) Hakim Konstitusi lainnya diberi sanksi administratif berupa teguran oleh MKMK, karena terbukti melakukan pelanggaran ringan terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.
3. Selain daripada itu 7 (tujuh) Komisioner KPU dijatuhi sanksi Administratif berdasarkan Putusan DKPP No. : 135-PKE-DKPP/XII/2023, 136-PKE-DKPP/XII/2023, 137-PKE-DKPP/XII/2023, dan 141-PKE-DKPP/XII/2023, tanggal 5/2/2024, akibat menerima dan menetapkan Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres sebelum Peraturan KPU yang mengatur batas usia minimum Capres dan Cawapres 40 tahun diubah oleh KPU.
4. Terdapat fakta hukum yang tak terbantahkan yaitu Dinasti Politik dan Nepotisme sebagai perbuatan yang dilarang oleh UU, diciptakan oleh Presiden Jokowi, Ketua MK Anwar Usman dan Gibran Rakabuming Raka, telah menimbulkan suatu kondisi di mana MK berada dalam cengkraman dan belenggu “dinasti politik” dan “nepotisme” dengan segala akibat hukumnya, sehingga 9 Hakim MK terbelenggu nalar dan memiliki konflik kepentingan dalam proses perkara No. 90/PUU-XXI/2023, tanggal 16/10/2023.
5. Kasus Fufufafa yang dituduhkan kepada Gibran Rakabuming Raka dan menjadi viral di tengah masyarakat, perlu mendapat perhatian MPR karena menyangkut perilaku, tabiat, kejujuran dan integritas seorang pejabat publik dengan jabatan Wakil Presiden, namun hingga saat ini dibiarkan oleh semua lembaga penegak hukum untuk dilakukan proses hukum.